Minggu, 05 April 2020

"Be Yourself", yakin?

Setelah buka blog ternyata udah 1 tahun gak nulis. Tapi gapapa di 2019 kemarin gue udah berhasil lewatin tulis menulis tebel ala anak kuliahan yang dinamain skripsi. Gak sih, lagi gak mau cerita tentang skripsi. Alasan gue buka blog ini lagi? Ya karena bingung mau ngapain, bagi orang-orang yang masih WFH selama pandemic COVID-19 ini, bersyukurlah, masih ada work. Gak kayak freelancer atau orang-orang yang akhirnya udah gak bisa kerja karena emang harus mobile baru dapet duit. Kalau gak bisa berkeliaran? Ya gak ada duit. Tapi udah ah gak penting. Langsung aja ya....

Be yourself merupakan sebuah kalimat yang positif dan bermakna.
Banyak orang berlomba-lomba menjadi orang lain demi disenangi seluruh dunia. Padahal katanya "Kamu bukan indomie, gak mungkin semua orang suka sama kamu", disaat inilah akan muncul kalimat "be yourself", gak perlu lagi berusaha untuk menjadi orang lain demi menyenangkan orang lain.

Yap setuju banget, cukup jadi diri kita sendiri dan orang yang tepat akan tetep ada disamping kita. Tapi jangan lupa, kalimat be yourself itu ada kata lain di tengahnya, "Be the best version of yourself". Gak cuma semata-mata karena kalimat be yourself, kita jadi bisa merasa "Oh yaudah gue kan harus jadi diri gue apa adanya, gak peduli apa kata orang"

Padahal "apa kata orang" itu mempunyai makna yang luas, emang sih kadang terlalu dengerin apa kata orang itu bikin super pusing, stress bahkan bisa sampe depresi. Jadi pada kadar tertentu, kita gak perlu dengerin apa kata orang atau menyerap semua yang orang lain omongin. Tapi tanpa sadar,  kadang kita ngeh ada hal yang perlu diperbaiki dari diri kita, karena orang lain yang ngasih tau ke kita. Jarang banget kita bisa sadar bahwa kita perlu memperbaiki diri kalau kita belum ngalamin hal yang gak enak, atau ya dikasih tau sama orang lain. Itu soal dengerin apa kata orang atau nggak.

Yang kedua, kita pasti gak asing dengan kalimat "Bener tuh, harus apa adanya, ngomong gak usah pake disugar-coating, basa basi busuk", "Gue mah apa adanya aja, apa yang gue rasain langsung gue keluarin, gak bagus kalo mendem", kata orang-orang yang seringkali ngomong hal yang nyelekit dan berlindung dibalik tembok bertulisan "saya kan sedang jujur. Lebih baik jujur tapi nyakitin daripada bohong walaupun manis"

Ey hellooo, paham kok jujur itu baik, tapi bukan berarti dengan menjadi jujur, kita jadi gak mikirin perasaan orang lain dan selalu pake jurus "ya kan apa adanya aja". Orang-orang kayak gini sering kali bikin gemes. Gak ada yang suruh lu bohong sih, tapi mbok ya punya social intelligence* dikit bisa kali :(

Ada saatnya pikiran/perasaan yang ada dalam diri kita gak perlu dikeluarin karena itu bisa memperburuk suasana atau bahkan melukai orang lain. Dan apakah itu artinya kita tidak jujur? Tentu tidak. Artinya kita cukup peka mengenai keadaan sekitar kita, dan punya kesadaran penuh untuk tidak menyakiti orang lain.

Ketiga, ketika berargumen dan mulai menyerang pihak tertentu, ada lagi jurus yang akan keluar, namanya "lah kan ya semua orang punya hak untuk berpendapat". Waduh berat ngomonginnya udah hak segala. Ngomongin soal hak, mengingatkan gue pada training yang gue ikutin bulan Februari kemarin tentang CRC (child rights convention), kali ini gue gak akan membahas mengenai hak-hak anaknya, tetapi mengenai hak secara general. Sering kali hak diletakkan bersampingan dengan kewajiban. Namun di training kemarin diajarin bahwa hak itu selalu datang bersamaan dengan tanggung jawab.

Apa beda kewajiban dan tanggung jawab? Coba misalnya "Kamu wajib datang ke kantor tiap jam 8 pagi", sama "Kamu memiliki tanggung jawab untuk datang ke kantor tiap jam 8 pagi", kalimat mana yang lebih membuat kamu lebih empowered? Ya dijawab dalam hati aja, kali ini kalian baca aja pendapat gue okay :)) Kewajiban terkesan sesuatu yang memaksa dan datangnya dari luar diri kita, sedangkan tanggung jawab berasal dari dalam diri kita sendiri.

Jadi kenapa hak selalu datang bersamaan dengan tanggung jawab? Ini selalu terngiang-ngiang dalam diri gue. Hal simple yang sering kali kita tidak sadari. Ketika kita memiliki hak, yang dalam ini konteksnya adalah hak untuk berpendapat, kita pun memiliki tanggung jawab atas pendapat yang kita keluarkan. Tanggung jawab disini maksudnya luas, bisa tanggung jawab mengenai kebenaran dari kalimat kita, apakah itu fakta atau opini semata? Lalu bisa juga tanggung jawab, apakah kalimat yang kita keluarkan akan melukai/merugikan orang lain atau tidak? Sering kali kita semua lupa akan hal ini.

Kok jadi panjang ya. Intinya "be yourself", "menjadi jujur", "apa adanya", "menggunakan hak untuk berpendapat" ya gapapa banget. Tapi jangan berlindung dibalik kalimat-kalimat itu untuk seakan gakpapa nyakitin orang lain dan bersikap semaunya.

See you on my next post! 😘


*Social Intelligence (SI) is the ability to successfully build relationships and navigate social environments. Akan dibahas di tulisan selanjutnya karena ini hal sangat mendasar, lebih mendasar dari 1 + 1 gak selalu hasilnya 2, tapi banyak orang yang gak sadar akan adanya hal ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar