Hehe, judul yang cukup provokatif dan sensitif ya?
Gak kok, saya tidak sedang berusaha menerka2 siapa yang masuk
surga atau siapa yang gak pantes, emangnya saya siapa..
Tulisan kali ini akan singkat dan dibuat hanya karena berdasarkan observasi awam
dan keresahan saya, beberapa tahun belakangan ini, entah karena apa (kata orang-orang sih ada
faktor karena politik juga, but who knows?), beragama secara sangat radikal,
menjadi hal yang cukup kontroversial.
Fenomena ini membuat agama sering kali digunakan sebagai
alat untuk “menghakimi” sesama, bersembunyi dibalik kata “maaf, sekedar
mengingatkan”, padahal TERKADANG maksudnya mau bilang “eh lo tuh salah, ini
yang bener”
Beragama menjadi alasan untuk normalisasi perbuatan ikut
campur urusan orang lain. “ngga ini bukan ikut campur, tapi ini gue
mengingatkan sebagai sesama kaum beragama”. Hal ini terlihat simple, tapi
pernah terlintas gak pikiran bahwa, karena sifat ikut campur dan suka untuk
menghakimi orang lain, dapat berdampak seseorang memutuskan untuk mengakhiri
hidupnya. Terkadang bukan masalahnya yang membuat ia menjadi “gak kuat”, tapi
karena “omongan orang”
Oh ya, sebelum membaca lebih jauh, perlu diklarifikasi,
tulisan ini tidak bermaksud untuk menganggap agama salah, yang salah adalah PENYALAHGUNAAN
agama sebagai tameng untuk perbuatan-perbuatan yang disebut diatas.
Sehubungan dengan agama, saling mengingatkan, ikut campur
dan lainnya seringkali dijadikan alasan untuk melakukan perbuatan baik seperti “berpahala”
atau “amal” agar masuk Surga.
Hal ini tiba-tiba mengingatkan saya pada pembicaraan saya
dan teman saya beberapa bulan lalu, kami berdiskusi, kedua dari kami sadar
bahwa kami bukan orang jahat, namun juga bukan orang suci, hal ini membuat kami
berandai-andai, jika memang Surga ada, nantinya apakah kami masuk Surga atau tidak?
Dari sekian banyak percakapan hari itu, yang paling saya ingat adalah kalimat berikut
ini,
“Chell, menurut gue orang yang paling pantas masuk surga adalah orang
yang entah gak tau / gak percaya / gak peduli sama adanya Surga”
Mendengar hal ini, tanpa butuh waktu lama, rasanya saya
langsung setuju dengan statement ini.
Kami berdua setuju bahwa orang yang pantas masuk Surga
adalah orang yang berbuat baik tanpa berpikir “mau masuk Surga”. Mereka melakukan
kebaikan karena mereka mau, karena rasa kemanusiaan dan rasa empati, bukan
karena mengejar Surga. Mengejar Surga tidak salah, namun ketika motivasi terbesar
untuk ingin membantu orang lain adalah agar kita “selamat”, rasanya egois, ya?
Bagaimana menurut anda? ;)
Semoga tulisan ini dapat menjadi refleksi bagi kita semua, tanpa ada rasa tersinggung atau sakit hati.